saya sebagai anak paling bungsu dari 3 bersaudara
di keluarga saya. Orang tua saya pisah sementara selama 3 minggu
setelah ibu saya ketahuan selingkuh dengan pria lain. Ayah saya menuduh
adik dari ibu saya telah mempengaruhi ibu saya. Saking kesalnya, secara
tidak sengaja ayah saya mengancam adik ibu saya melalu media elektronik
blackberry. Kemudian, ibu saya membalas dengan melaporkan bukti ancaman
berupa chat history blackberry messenger ke polisi. Saya sangat prihatin
dengan kondisi keluarga saya yang melibatkan hukum karena masalah tidak
bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Jadi, pasal hukum apa saja yang
terlibat bila ibu saya benar-benar mau melaporkan ayah saya ke polisi?
Terima kasih atas pertanyaan Anda,
Sebelumnya,
saya perlu menyampaikan rasa prihatin saya atas permasalahan yang
dialami oleh keluarga Anda. Saya berharap permasalahan tersebut dapat
segera diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa harus melalui proses
hukum. Karena pada prinsipnya hukum pidana adalah ultimum remedium, atau upaya terakhir yang dapat ditempuh setelah semua upaya lain sudah coba ditempuh.
Untuk
menjawab pertanyaan pokok Anda, sejauh ini dari pengamatan saya, dapat
diasumsikan bahwa perbuatan yang dilaporkan oleh ibu Anda adalah soal
pengancaman ayah Anda terhadap adik ibu Anda dengan menggunakan media
elektronik. Namun demikian, dalam proses penyidikan dimungkinkan adanya
delik lain yang dapat dipersangkakan terhadap ayah Anda. Hal ini sebagai
konsekuensi dari berkembangnya proses penyidikan atas suatu dugaan
tindak pidana.
Secara
konvensional, dugaan tindak pidana pengancaman yang ayah Anda lakukan,
lebih tepat jika dipersangkakan dengan menggunakan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan dan bukan dengan menggunakan Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dan Pengancaman.
Akan
tetapi, karena dugaan tindak pidana pengancaman tersebut dilakukan
melalui sarana/media yaitu dengan suatu informasi atau dokumen
elektronik (melalui blackberry messenger), maka ketentuan Pasal 29 Jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dapat diterapkan sebagai lex specialis (hukum yang lebih khusus, ed.) dari Pasal 335 KUHP, yang berbunyi:
Pasal 29 UU ITE
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.”
Pasal 45 ayat (3) UU ITE
“Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Menjawab
pertanyaan Anda, selain ketentuan Pasal 29 Jo. Pasal 45 ayat 3 UU ITE
tentang pengancaman secara elektronik tersebut di atas, maka jika
memenuhi unsur-unsur pasal yang ada dan seiring dengan berkembangnya
proses penyidikan, ayah Anda juga dapat dipersangkakan telah melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) UU ITE tentang Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik secara elektronik, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Sekedar
informasi bagi Anda, sejak 21 April 2008, UU ITE telah menjadi “hukum
positif” di Indonesia, artinya sudah berlaku secara sah dan setiap orang
dianggap telah mengetahuinya (teori fiksi hukum). Di satu sisi, UU ITE
telah memberikan pengaturan sanksi pidana yang sangat keras bagi yang
melanggarnya, namun tidak memberikan ketegasan dan kejelasan apakah
perbuatan tersebut termasuk dalam “delik biasa” (setiap orang karena hak
dan kewajibannya dapat melaporkan suatu perbuatan pidana) atau “delik
aduan” (delik yang hanya bisa diproses secara hukum jika ada pengaduan
dari korban langsung).
Untuk itu, saya berpendapat bahwa dalam menerapkan pasal-pasal yang mengandung sanksi pidana dalam UU ITE yang merupakan lex specialis
dari pasal-pasal KUHP, hendaknya para penegak hukum dapat memperhatikan
apakah pasal-pasal dari KUHP tersebut sebagai ketentuan umum (general)
merupakan delik aduan atau delik biasa. Hal ini penting, untuk menjaga
agar penerapan pasal-pasal pidana yang tersebar dalam UU ITE tidak
dijadikan sebagai “sapu jagat” untuk mengkriminalkan seseorang.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga memberikan pencerahan untuk Anda.
Dasar hukum:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar