Rabu, 25 Desember 2013

MERAYAKAN KEMATIAN

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - MERAYAKAN KEMATIANSang guru mengalami sakit parah. Para pengikutnya merasa amat sedih kalau-kalau mereka kehilangan sang guru yang mereka kagumi. Suatu hari sang guru memanggil mereka semua dan memberikan kata-katanya yang terakhir di saat menjelang kematiannya. Ia mengatakan bahwa bagi kebanyakan orang, kematian merupakan tragedi yang menyakitkan, namun sebaliknya kematian justru seharusnya merupakan hari sukacita untuk dirayakan. Para muridnya dengan rasa heran bertanya; "Ketika orang yang kita cintai meninggal dunia dan kita tak akan pernah lagi mampu melihatnya, mengapa justru harus dirayakan?" "Ketika seseorang telah menyelesaikan jalan yang harus dilampauinya, telah menyelesaikan segala yang harus dipelajarinya selama hidup ini, bukankah ia harus diwisuda? Dan bukankah saat wisuda merupakan saat yang membahagiakan?" Demikian kata sang guru. Setelah berdiam sejenak ia melanjutkan; "Ketika seorang anak dilahirkan semua orang bergembira ria. Dan ketika seseorang meninggal semua diliputi ratap dan ....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Selasa, 24 Desember 2013

PANCAKE BUAT TUHAN

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - PANCAKE BUAT TUHANBrandon bocah berumur 6 tahun. Suatu hari sabtu pagi, dimana biasanya orang tuanya tidak bekerja dan tidur sampai agak siang, Brandon menyiapkan sebuah kejutan. Ia berencana membuat pancake. Ia mengambil sebuah mangkuk besar, sendok, menggeser kursi ke pinggir meja, dan menarik sebuah tupperware berisi tepung yang berat, menumpahkan sebagian isinya ke lantai. Lalu ia mengambil tepung itu dengan tangannya, sebagian berserakan di meja makan, lalu mengaduknya dengan susu dan gula sehingga bekas adonan berceceran di sekelilingnya. Ditambah lagi dengan beberapa telapak kaki kucingnya yang ingin tahu apa yang sedang terjadi. Brandon tampak tertutup dengan tepung dan kelihatan sangat frustasi. Yang dia inginkan hanya membuat sesuatu untuk menyenangkan mama dan papanya. Tapi kelihatannya yang terjadi malah sangat amat buruk. Dia sekarang tidak tahu harus berbuat apa, apakah memasukkan adonan ke dalam oven atau dibakar di perapian. Lagipula dia tidak tahu cara menyalakan api di kompor atau di....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Senin, 23 Desember 2013

SARINGAN TIGA KALI

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - SARINGAN TIGA KALIJaman Yunani kuno, Dr. Socrates adalah seorang terpelajar dan intelektual yang terkenal reputasinya karena pengetahuan dan kebijaksanannya yang tinggi. Seorang filsuf. Suatu hari seorang pria berjumpa dengan Socrates dan berkata, "Tahukah anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah seorang teman anda?" "Tunggu sebentar," jawab Dr. Socrates. "Sebelum memberitahukan saya sesuatu, saya ingin anda melewati sebuah ujian kecil. Ujian tersebut dinamakan Ujian Saringan Tiga Kali." "Saringan tiga kali?" tanya pria tersebut. "Betul," lanjut Dr. Socrates. "Sebelum anda mengatakan kepada saya mengenai teman saya, mungkin merupakan ide yang bagus untuk menyediakan waktu sejenak dan menyaring apa yang akan anda katakan. Itulah kenapa saya sebut sebagai Ujian Saringan Tiga Kali." "Saringan yang pertama adalah KEBENARAN. Sudah pastikah anda bahwa apa yang anda akan katakan kepada saya adalah benar?" "Tidak," kata pria tersebut,"sesungguhnya saya baru saja mendengarnya ....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Senin, 16 Desember 2013

LUKISAN PERJAMUAN TERAKHIR

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - LUKISAN PERJAMUAN TERAKHIRKisah Di Balik Lukisan Perjamuan Terakhir Lukisan 'Perjamuan Terakhir' dilukis oleh Leonardo Da Vinci, seorang artis Italia yang terkenal. Lukisan ini dibuat selama 7 tahun, dan menggambarkan 12 rasul serta Yesus sendiri yang sedang mengadakan perjamuan terakhir. Mereka ini dilukis berdasarkan model orang-orang yang hidup. Pertama-tama, Da Vinci memilih untuk melukis Kristus. Ratusan anak muda diamati untuk mencari pola wajah dan kepribadian yang cocok, tidak terlalu tercemar oleh dosa. Akhirnya setelah berminggu-minggu, ada seorang anak muda berusia 19 tahun yang terpilih menjadi model diri Yesus Kristus dalam lukisan tersebut. Selama enam bulan, Da Vinci melukis karakter ini dengan serius. Selama enam tahun , Da vinci melanjutkan pekerjaannya. Satu demi satu, dia mencari tokoh-tokoh yang tepat untuk dilukis sebagai perlambang kesebelas rasul. Akhirnya tinggal tokoh Yudas Iskariot sebagai tahap akhir dari mahakaryanya. Yudas Iskariot ? Dia adalah murid yang mengkhianati Yesus dengan....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Minggu, 15 Desember 2013

MENABUR BENIH

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - MENABUR BENIHDi sebuah kaki gunung yang gundul dan tandus. Seorang bapak tua memikul sebuah kantung penuh berisi bibit pohon kayu di bahunya, sementara sebuah cangkul berada di bahu yang lain . Sepanjang hari pak tua menggali lobang dan memasukan bibit-bibit pohon tersebut. Begitulah kerja pak tua setiap hari. Ketika malam tiba, ia memetik sayur-sayur yang bertumbuh liar di kaki gunung itu untuk menjadi santapannya di malam nanti. Suatu hari sejumlah murid sekolah datang berpiknik di kaki gunung tersebut, dan mereka begitu heran melihat pak tua yang seakan melakukan suatu pekerjaan yang amat tak berarti, karena tempat itu nampak tandus dan tak mungkin bibit-bibit itu akan bertumbuh subur. “Aku hidup di tempat ini dan aku telah menaburkan jutaan benih pohon kayu. Namun hanya 1 persen saja yang tumbuh. Tapi aku tak akan berputus asa. Di hari tuaku, aku ingin terus menaburkan benih di sini.” Tahun terus beralih. Anak-anak sekolah tersebut telah bertumbuh dewasa. Ketika mereka datang lagi ke kak....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

SETENGAH JAM SAJA

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - SETENGAH JAM SAJASeperti biasa Michael, kepala cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Elvin, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama. “Kok, belum tidur?” sapa Michael sambil mencium anaknya. Biasanya, Elvin memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Elvin menjawab, “Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa?” “Lho, tumben, kok nanya gaji Papa? Mau minta uang lagi, ya?” “Ah, enggak. Pengen tahu aja.” “Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja, Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo?” Elvin berlari mengambil kertas dan pensil....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Sabtu, 14 Desember 2013

ANAK ANJING

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - ANAK ANJINGSebuah toko hewan peliharaan (pet store) memasang papan iklan yang menaik bagi anak-anak kecil, "Dijual Anak Anjing". Segera saja seorang anak lelaki datang, masuk ke dalam toko dan bertanya "Berapa harga anak anjing yang anda jual itu?" Pemilik toko itu menjawab, "Harganya berkisar antara 30 - 50 Dollar." Anak lelaki itu lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa keping uang, "Aku hanya mempunyai 2,37 Dollar, bisakah aku melihat-lihat anak anjing yang anda jual itu?" Pemilik toko itu tersenyum. Ia lalu bersiul memanggil anjing-anjingnya. Tak lama dari kandang aning munculah anjingnya yang bernama Lady yang diikuti oleh lima ekor anak anjing. Mereka berlari-larian di sepanjang lorong toko. Tetapi, ada satu anak anjing yang tampak berlari tertinggal paling belakang. Si anak lelaki itu menunjuk pada anak anjing yang paling terbelakang dan tampak cacat itu. Tanyanya, "Kenapa dengan anak anjing itu?" Pemilik toko menjelaskan bahwa ketika dilahirkan anak anjing itu mempunyai....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Rabu, 11 Desember 2013

HATI NURANI SANG PENCURI

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - HATI NURANI SANG PENCURIPada suatu malam, seorang pencuri menyelinap ke sebuah rumah yang di huni oleh seorang nyonya tua, yang saat itu sedang duduk di samping meja. Sungguh beruntung sekali, pikir si pencuri. Tiba-tiba terdengar tangisan nyonya tua itu dengan tersedu-sedu, lalu mengambil sebuah gunting dan mengarahkannya ke leher. "Ah.....! tidak boleh!" teriak si pencuri. Tanpa sadar ia berlaku sebagai pencuri, dia menerobos ke dalam rumah dan merampas gunting dari tangan nyonya itu. "Biarkan aku mati...," ronta nyonya tua itu. "Masalah apa yang terjadi? Bicarakan padaku, Untuk apa memilih jalan pintas?" Ternyata Nyonya tua itu baru saja ditinggalkan suaminya. Anak dan menantu tidak berbakti, ditambah lagi menderita sakit hingga merasakan hidup ini tidak berarti lagi. Setelah dinasehati panjang lebar, niat untuk bunuh diri tadi perlahan-lahan hilang. Setelah ramai sejenak, para tetangga mengalihkan perhatian pada si pencuri tadi. "Terima kasih,Tuan ! Tanpa pertolongan anda, tragedi malam ini tentu aka....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Selasa, 10 Desember 2013

KETIKA KAISAR MEMERINTAH DENGAN BELAS KASIH

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - KETIKA KAISAR MEMERINTAH DENGAN BELAS KASIHTahun pertama masa Zhenguan, Kaisar Tang Taizong memberitahu kepala personil kerajaan, “Kehidupan perempuan di lingkungan istana sangat memprihatinkan. Pada akhir Dinasti Sui, istana kerajaan terlalu banyak merekrut tenaga kerja perempuan. Banyak dari mereka tinggal di kota lingkar luar istana, dimana kaisar jarang berkunjung; hal mana hanya menghamburkan uang dan tenaga. Saya tidak menyukai situasi ini. Yang mereka lakukan hanya membersihkan rumah. Apa lagi yang dapat mereka lakukan? Biarkan mereka pulang ke rumah dan menikah. Kita dapat menghemat uang dan orang-orang akan lebih bahagia serta memiliki kehidupan pribadinya.” Setelah itu, istana kerajaan mengirim pulang lebih dari 3.000 perempuan. Tahun kedua masa Zhenguan, Tiongkok Tengah mengalami masa kekeringan diikuti dengan kelaparan yang parah. Kaisar Tang Taizong mengatakan kepada menteri-menterinya, “Cuaca yang ekstrim adalah akibat dari kekurangan De (kebajikan, budi pekerti) pada diri saya, saya memerintah tidak berd....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Jumat, 06 Desember 2013

SEPATU SANG RAJA

Seorang raja berjalan kaki melihat-lihat keadaan ibu kota. Di jalan depan istana, kakinya terluka karena menginjak batu tajam. “Jalan di depan istana ini sangat buruk. Aku harus memperbaikinya,” begitu pikirnya. Maka, Sang Raja segera merumuskan proyek untuk memperbaiki jalan di depan istana itu. Ia ingin jalan itu dilapisi dengan kulit sapi terbaik, agar siapapun yang melewatinya tidak terluka. Persiapan mengumpulkan sapi-sapi di seluruh negeri dilakukan. Di tengah kesibukan luar biasa itu, seorang pertapa menghadap raja dan berkata, “Wahai Paduka. Mengapa Paduka mengorbankan sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan tersebut, padahal yang Paduka perlukan hanya dua potong kulit sapi untuk sepatu yang berfungsi melapisi telapak kaki Paduka?” ....
Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Rabu, 04 Desember 2013

PEMICU KERUSAKAN OTAK

Otak manusia terdiri lebih dari 100 miliar syaraf yang masing-masing terkait dengan 10 ribu syaraf lain. Bayangkan, dengan kerumitan otak seperti itu, maka Anda wajib menyayangi otak Anda cukup dengan menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang sering disepelekan. Otak adalah organ tubuh vital yang merupakan pusat pengendali sistem syaraf pusat. Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya. Sungguh suatu tugas yang sangat rumit dan banyak. Maka, hindarilah kebiasaan buruk di bawah jika Anda masih ingin otak Anda bekerja dengan baik. 1. Tidak mau sarapan Banyak orang menyepelekan sarapan, padahal tidak mengkonsumsi makanan di pagi hari menyebabkan turunnya kadar gula dalam darah. Hal ini berakibat pada ....
Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Sabtu, 02 November 2013

Tabloid Berita Nasional Narkoba: Waspada!

Tabloid Berita Nasional Narkoba: Waspada!: Kampung Ambon Muncul di Daerah Lain Jakarta, bnn Siapa yang tak kenal Kampung Ambon! Nama itu identik sebagai sarang narkoba. C...

Tabloid Berita Nasional Narkoba: Waspada!

Tabloid Berita Nasional Narkoba: Waspada!: Kampung Ambon Muncul di Daerah Lain Jakarta, bnn Siapa yang tak kenal Kampung Ambon! Nama itu identik sebagai sarang narkoba. C...

Jumat, 25 Oktober 2013

KPK


Mengenai Pengaduan Masyarakat KPK

Banyak orang bertanya-tanya bagaimana KPK bisa menangkap tangan praktk suap/pemerasan, atau dari mana KPK bisa mengendus korupsi ketka belum terjadi. Apakah KPK punya ribuan kamera yang memantau seluruh pejabat di negeri ini setiap hari? Atau, ada jutaan mikrofon yang menguping percakapan setap proses pengadaan di seluruh daerah?
Keberhasilan KPK dalam menangkap koruptor ternyata merupakan hasil dari peran serta dan kepedulian masyarakat dalam melaporkan kasus korupsi. KPK sangat mengharapkan peran serta masyarakat untuk memberikan akses informasi ataupun laporan adanya dugaan tndak pidana korupsi (TPK) yang terjadi di sekitarnya. Informasi yang valid disertai bukti pendukung yang kuat akan sangat membantu KPK dalam menuntaskan sebuah perkara korupsi. 
BENTUK-BENTUK KORUPSI
  • Perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara
  • Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara
  • Penggelapan dalam jabatan
  • Pemerasan dalam jabatan
  • Tindak pidana yang berkaitan dengan pemborongan
  • Delik gratifikasi
TPK YANG DAPAT DITANGANI KPK
  • Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
  • Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
  • Menyangkut kerugian keuangan negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
LAYANAN PENGADUAN KPK
Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan kepada KPK melalui surat, datang langsung, telepon, faksimile, SMS, atau KPK Whistleblower's System (KWS). Tindak lanjut penanganan laporan tersebut sangat bergantung pada kualitas laporan yang disampaikan.
KPK WHISTLEBLOWER'S SYSTEM (KWS)
Selain melalui melalui surat, datang langsung, telepon, faksimile, dan SMS, masyarakat juga bisa menyampaikan laporan dugaan TPK secara online, yakni melalui KPK Whistleblower's System (KWS).
Melalui fasilitas ini, kerahasiaan pelapor dijamin dari kemungkinan terungkapnya identitas kepada publik. Selain itu, melalui fasilitas ini pelapor juga dapat secara aktif berperan serta memantau perkembangan laporan yang disampaikan dengan membuka kotak komunikasi rahasia tanpa perlu merasa khawatir identitasnya akan diketahui orang lain.
Caranya cukup dengan mengunjungi website KPK: www.kpk.go.id, lalu pilih menu "KPK Whistleblower's System", atau langsung mengaksesnya melalui: http://kws.kpk.go.id.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan laporan ke KPK, yakni meliputi persyaratan dan kelengkapan atas pelaporan tersebut. Sebab, laporan yang lengkap akan mempermudah KPK dalam memproses tindak lanjutnya.
FORMAT LAPORAN/PENGADUAN YANG BAIK
  • Pengaduan disampaikan secara tertulis
  • Dilengkapi identitas pelapor yang terdiri atas: nama, alamat lengkap, pekerjaan, nomor telepon, fotokopi KTP, dll
  • Kronologi dugaan tindak pidana korupsi
  • Dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan yang sesuai
  • Nilai kerugian dan jenis korupsinya: merugikan keuangan negara/penyuapan/pemerasan/penggelapan
  • Sumber informasi untuk pendalaman
  • Informasi jika kasus tersebut sudah ditangani oleh penegak hukum
  • Laporan/pengaduan tidak dipublikasikan
BUKTI PERMULAAN PENDUKUNG LAPORAN
Bukti permulaan pendukung yang perlu disampaikan antara lain:
  • Bukti transfer, cek, bukt penyetoran, dan rekening koran bank
  • Laporan hasil audit investigasi
  • Dokumen dan/atau rekaman terkait permintaan dana
  • Kontrak, berita acara pemeriksaan, dan bukti pembayaran
  • Foto dokumentasi
  • Surat, disposisi perintah
  • Bukti kepemilikan
  • Identitas sumber informasi
PERLINDUNGAN BAGI PELAPOR
Jika memiliki informasi maupun buktI-bukti terjadinya korupsi, jangan ragu untuk melaporkannya ke KPK. Kerahasiaan identitas pelapor dijamin selama pelapor tdak mempublikasikan sendiri perihal laporan tersebut.
Jika perlindungan kerahasiaan tersebut masih dirasa kurang, KPK juga dapat memberikan pengamanan fisik sesuai dengan permintaan pelapor.


KONTAK LAYANAN PENGADUAN MASYARAKAT

Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-1

Jakarta Selatan 12920
PO Box 575 Jakarta 10120

Telp: (021) 2557 8389
Faks: (021) 5289 2454
SMS: 0855 8 575 575, 0811 959 575
E-mail:  pengaduan@kpk.go.id.
KWS: http://kws.kpk.go.id

Rabu, 15 Mei 2013

Telah terjadi kesewenangan pemilik kost terhadap penghuni kost, seperti masuk kamar penghuni tanpa ada izin terlebih dahulu dari penyewa kamar itu. Adakah aturan hukum untuk menindak kesewenangan pemilik kost tersebut? Terima kasih.
Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa kost atau yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut juga dengan indekos memiliki arti tinggal di rumah orang lain dng atau tanpa makan (dng membayar setiap bulan); memondok. Pada praktiknya, indekos adalah penyewaan kamar yang sudah dilengkapi dengan mebel-mebel di dalam kamar tersebut.
 
Mengenai penyewaan kamar ini, kita dapat melihat pada ketentuan dalam Pasal 1586 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”):
 
Penyewaan kamar yang dilengkapi dengan mebel harus dianggap telah dilakukan untuk tahunan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun; untuk bulanan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap bulan; untuk harian, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap hari. Jika tidak ternyata bahwa penyewaan dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun, tiap bulan atau tiap hari, maka penyewaan dianggap telah dibuat menurut kebiasaan setempat.
 
Pasal 1586 KUHPer ini termasuk ke dalam Bab VII tentang Sewa Menyewa. Ini berarti terhadap indekos juga berlaku pengaturan mengenai sewa menyewa.
 
Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu (Pasal 1548 KUHPer).
 
Dalam pengaturan mengenai sewa menyewa, berdasarkan Pasal 1550 KUHPer, pihak yang menyewakan diwajibkan untuk:
1.    Menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa;
2.   Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan;
3.  Memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram daripada barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa.
 
Pada dasarnya, dalam ketentuan mengenai sewa menyewa tidak diatur mengenai tindakan kesewenangan penyewa terhadap orang yang menyewa yang dalam hal ini adalah pemilik indekos masuk kamar penghuni tanpa ada izin terlebih dahulu dari penyewa kamar itu. Akan tetapi pada prinsipnya penyewa kamar indekos tersebut memiliki hak untuk dapat menggunakan kamar yang ia sewa tanpa ada gangguan dari pihak manapun.
 
Terkait tindakan pemilik indekos yang mengganggu itu, pertama-tama Anda harus melihat terlebih dahulu apakah sebelumnya telah diperjanjikan bahwa pemilik indekos dapat masuk ke kamar penyewa kamar indekos tanpa izin penyewa kamar. Jika tidak ada pengaturan demikian, maka Anda dapat membicarakan dengan baik-baik bahwa Anda merasa tidak nyaman dengan tindakan pemilik indekos.
 
Jika cara tersebut tidak berhasil, Anda dapat melakukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum, yaitu bertentangan dengan hak orang lain. Dimana hak Anda adalah mendapatkan ketentraman dalam menikmati barang yang Anda sewa dan tidak untuk diganggu privasi Anda. Mengenai perbuatan melawan hukum, Anda dapat membaca artikel-artikel berikut ini:
 
Demikian, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:

Perbedaan antara Keputusan Presiden dengan Peraturan Presiden

1. Apakah Keputusan Presiden bisa disamakan dengan Peraturan Presiden? 
2. Jika berbeda, bagaimana kekuatan hukum dan pemberlakuan Keputusan Presiden? 
 
1.   Pembahasan mengenai hal ini pernah kami tulis dalam artikel Perbedaan Keputusan dengan Peraturan  dan Perbedaan antara Peraturan Menteri dengan Keputusan Menteri.
 
Seperti dijelaskan dalam artikel Perbedaan Keputusan Dengan Peraturan, suatu keputusan (beschikking) selalu bersifat individual, kongkret dan berlaku sekali selesai (enmahlig). Sedangkan, suatu peraturan (regels) selalu bersifat umum, abstrak dan berlaku secara terus menerus (dauerhaftig). 
 
Dengan demikian, Keputusan Presiden (Keppres) berbeda dengan Peraturan Presiden (Perpres). Keputusan Presiden adalah norma hukum yang bersifat konkret, individual, dan sekali selesai (contoh: Keppres No. 6/M Tahun 2000 tentang Pengangkatan Ir. Cacuk Sudarijanto sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Sedangkan Peraturan Presiden adalah norma hukum yang bersifat abstrak, umum, dan terus-menerus (contoh: Perpres No. 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas Untuk Transportasi Jalan).
 
Kecuali untuk Keputusan Presiden yang sampai saat ini masih berlaku dan mengatur hal yang umum contohnya Keppres No. 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional, maka berdasarkan Pasal 100 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”), Keppres tersebut harus dimaknai sebagai peraturan.
 
Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 100 UU 12/2011 yang berbunyi:
 
“Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.”
 
Jadi, Keputusan Presiden berbeda dengan Peraturan Presiden karena sifat dari Keputusan adalah konkret, individual, dan sekali selesai sedangkan sifat dari Peraturan adalah abstrak, umum, dan terus-menerus. Bila Keppres bersifat mengatur hal yang umum, maka harus dimaknai sebagai Peraturan.
 
2.   Mengenai kekuatan hukum dan pemberlakuan suatu Keputusan Presiden, kembali pada materi yang diatur dalam Keputusan Presiden tersebut. Apabila Keppres tersebut bersifat konkret, individual, sekali selesai, maka isi Keppres hanya berlaku dan mengikat kepada orang atau pihak tertentu yang disebut dan mengenai hal yang diatur dalam Keppres tersebut.

Beda halnya jika Keppres tersebut berisi muatan yang bersifat abstrak, umum, dan terus menerus, maka Keppres tersebut berlaku untuk semua orang dan tetap berlaku sampai Keppres tersebut dicabut atau diganti dengan aturan baru.
 
Jadi, Keppres berbeda dengan Perpres karena  sifat-sifat dari Keputusan Presiden adalah konkret, individual, dan sekali selesai sedangkan sifat dari Peraturan Presiden adalah abstrak, umum, dan terus-menerus. Isi Keppres berlaku untuk orang atau pihak tertentu yang disebut dalam Keppres tersebut, sedangkan isi Perpres berlaku untuk umum. Kecuali bila Keppres memiliki muatan seperti Perpres, maka keberlakuannya juga sama seperti Perpres.
 
Demikian, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
2.    Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas Untuk Transportasi Jalan;
3.  Keputusan Presiden Nomor 6/M Tahun 2000 tentang Pengangkatan Ir. Cacuk Sudarijanto sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional;
4.    Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional.

Jerat Hukum Pengancaman Melalui Media Elektronik

saya sebagai anak paling bungsu dari 3 bersaudara di keluarga saya. Orang tua saya pisah sementara selama 3 minggu setelah ibu saya ketahuan selingkuh dengan pria lain. Ayah saya menuduh adik dari ibu saya telah mempengaruhi ibu saya. Saking kesalnya, secara tidak sengaja ayah saya mengancam adik ibu saya melalu media elektronik blackberry. Kemudian, ibu saya membalas dengan melaporkan bukti ancaman berupa chat history blackberry messenger ke polisi. Saya sangat prihatin dengan kondisi keluarga saya yang melibatkan hukum karena masalah tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Jadi, pasal hukum apa saja yang terlibat bila ibu saya benar-benar mau melaporkan ayah saya ke polisi?

Terima kasih atas pertanyaan Anda,
 
Sebelumnya, saya perlu menyampaikan rasa prihatin saya atas permasalahan yang dialami oleh keluarga Anda. Saya berharap permasalahan tersebut dapat segera diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa harus melalui proses hukum. Karena pada prinsipnya hukum pidana adalah ultimum remedium, atau upaya terakhir yang dapat ditempuh setelah semua upaya lain sudah coba ditempuh.
 
Untuk menjawab pertanyaan pokok Anda, sejauh ini dari pengamatan saya, dapat diasumsikan bahwa perbuatan yang dilaporkan oleh ibu Anda adalah soal pengancaman ayah Anda terhadap adik ibu Anda dengan menggunakan media elektronik. Namun demikian, dalam proses penyidikan dimungkinkan adanya delik lain yang dapat dipersangkakan terhadap ayah Anda. Hal ini sebagai konsekuensi dari berkembangnya proses penyidikan atas suatu dugaan tindak pidana.
 
Secara konvensional, dugaan tindak pidana pengancaman yang ayah Anda lakukan, lebih tepat jika dipersangkakan dengan menggunakan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan dan bukan dengan menggunakan Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dan Pengancaman.
 
Akan tetapi, karena dugaan tindak pidana pengancaman tersebut dilakukan melalui sarana/media yaitu dengan suatu informasi atau dokumen elektronik (melalui blackberry messenger), maka ketentuan Pasal 29 Jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dapat diterapkan sebagai lex specialis (hukum yang lebih khusus, ed.) dari Pasal 335 KUHP, yang berbunyi:
 
Pasal 29 UU ITE
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.”
 
Pasal 45 ayat (3) UU ITE
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
 
Menjawab pertanyaan Anda, selain ketentuan Pasal 29 Jo. Pasal 45 ayat 3 UU ITE tentang pengancaman secara elektronik tersebut di atas, maka jika memenuhi unsur-unsur pasal yang ada dan seiring dengan berkembangnya proses penyidikan, ayah Anda juga dapat dipersangkakan telah melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) UU ITE tentang Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik secara elektronik, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
 
Sekedar informasi bagi Anda, sejak 21 April 2008, UU ITE telah menjadi “hukum positif” di Indonesia, artinya sudah berlaku secara sah dan setiap orang dianggap telah mengetahuinya (teori fiksi hukum). Di satu sisi, UU ITE telah memberikan pengaturan sanksi pidana yang sangat keras bagi yang melanggarnya, namun tidak memberikan ketegasan dan kejelasan apakah perbuatan tersebut termasuk dalam “delik biasa” (setiap orang karena hak dan kewajibannya dapat melaporkan suatu perbuatan pidana) atau “delik aduan” (delik yang hanya bisa diproses secara hukum jika ada pengaduan dari korban langsung).
 
Untuk itu, saya berpendapat bahwa dalam menerapkan pasal-pasal yang mengandung sanksi pidana dalam UU ITE yang merupakan lex specialis dari pasal-pasal KUHP, hendaknya para penegak hukum dapat memperhatikan apakah pasal-pasal dari KUHP tersebut sebagai ketentuan umum (general) merupakan delik aduan atau delik biasa. Hal ini penting, untuk menjaga agar penerapan pasal-pasal pidana yang tersebar dalam UU ITE tidak dijadikan sebagai “sapu jagat” untuk mengkriminalkan seseorang.
 
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga memberikan pencerahan untuk Anda.
 
Dasar hukum:

Kedudukan Pemerintahan Desa dalam Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan

Kedudukan Pemerintahan Desa dalam Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan
Mengapa pemilihan kepala desa tidak dimasukkan dalam salah satu bagian macam-macam pemilu di dalam UUD 1945?
Menurut hemat kami, lembaga yang paling tepat adalah Majelis Pemusyawaratan Rakyat (“MPR”). Karena MPR berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Selain itu, Anda juga dapat menyimak buku Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002” yang diterbitkan Mahkamah Konstitusi untuk mengetahui proses pembahasan perubahan UUD 1945 oleh MPR.
Meski demikian, dalam kesempatan ini kami akan menjelaskan mengenai pengaturan Pemilihan Umum dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, serta soal pemilihan kepala desa. Dalam konteks pertanyaan Anda, maka pembahasan soal pemilihan kepala desa akan kami kaitkan dengan bagaimana kedudukan pemerintahn desa dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan.
Mengenai Pemilihan Umum, di dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 dikatakan bahwa:
“Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945, pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Selain pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD, dalam UUD 1945 juga disinggung soal pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah yaitu Gubernur, Bupati, dan Walikota dipilih secara demokratis (Pasal 18 ayat (4) UUD 1945). Pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sekarang ini dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan dengan demokratis secara langsung (Pasal 56 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) Berdasarkan Pasal 57 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (“UU Pemda”), penyelenggara dari pemilihan umum kepala daerah adalah Komisi Pemilihan Umum Daerah yang bertanggung jawab kepada DPRD.
Dengan demikian, dapat dikatakan yang termasuk Pemilihan Umum yang diatur dalam UUD 1945 adalah pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah.Jadi, UUD 1945 memang tidak menjadikan pemilihan kepala desa sebagai bagian dari Pemilihan Umum.
Guna memahami hal tersebut, menurut kami relevan untuk menyimak pendapat Jimly Asshiddiqie dalam buku “Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia” (hal. 234). Dalam buku tersebut Jimly berpendapat bahwa keberadaan desa sebagai ‘self governing community’ bersifat otonom atau mandiri. Bahkan dapat dikatakan bahwa daya jangkau organisasi Negara secara struktural hanya sampai pada tingkat kecamatan, sedangkan di bawah kecamatan dianggap sebagai wilayah otonom yang diserahkan pengaturan dan pembinaannya kepada dinamika yang hidup dalam masyarakat sendiri secara otonom. Semangat demikian ini telah dikukuhkan pula dalam perubahan UUD 1945 yang memberikan peluang untuk tumbuh dan berkembangnya hukum adat yang hidup dalam masyarakat. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:
“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.”
Menurut Jimly Asshiddiqie (2002: 24) sebagaimana dikutip dari makalah yang berjudul “Pendapat KHN tentang RUU Desa” yang disusun Komisi Hukum Nasional (“KHN”), yang dimaksud sebagai satuan pemerintahan daerah di sini adalah satuan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau pemerintahan desa yang bersifat khusus atau istimewa, misalnya sistem pemerintahan desa di Provinsi Sumatera Barat yang disebut dengan nagari dan di beberapa daerah lain berkembang sistem pemerintahan desa yang bersifat khas, khusus ataupun istimewa.
Pendapat Jimly tersebut bersesuaian dengan definisi desamenurut Pasal 1 angka 12 UU Pemda yaitu:
“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Pemilihan Kepala Desa lebih jauh diatur dalam UU Pemda. Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara langsung oleh penduduk desa Warga Negara Indonesia yang syarat dan tata caranya diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah (Pasal 203 ayat [1] UU Pemda). Kepala Desa berbeda dengan Lurah. Kepala Desa dipilih dari penduduk yang berasal dan tinggal di desa tersebut (lihat Pasal 203 ayat [1] UU Pemda), sedangkan Lurah adalah pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diangkat Bupati/Walikota atas usul Camat (Pasal 127 ayat [4] UU Pemda). Ketentuan lebih lanjut mengenai desa juga diatur dalam PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Dengan penjelasan tersebut, menurut hemat kami, alasan mengapa dalam UUD 1945 tidak mengatur soal pemilihan kepala desa boleh jadi karena desa diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh Negara Republik Indonesia. Bukti adanya sifat pemerintahan sendiri dalam desa dapat dilihat dari fakta bahwa desa memiliki pemerintahan sendiri yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa (Pasal 200 ayat [1] UU Pemda). Bahkan badan permusyawaratan desa bersama kepala desa dapat membuat peraturan desa (Pasal 209 UU Pemda).
Pada sisi lain, pengaturan pemerintahan desa yang demikian rupa dalam UU Pemda dipandang cenderung bertentangan dengan semangat UUD 1945. Pandangan ini antara lain dapat kita simak dalam makalah “Pendapat KHN tentang RUU Desa” sebagai berikut:
UU No. 32 Tahun 2004 melakukan pembagian NKRI menjadi propinsi dan kabupaten/kota. Dalam Pasal 2 menegaskan: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah”. Desa, dalam hal ini, tidak termasuk dalam skema desentralisasi teritorial. Undang-undang ini tidak mengenal otonomi Desa melainkan hanya otonomi daerah. Pengaturan seperti ini membawa konsekuensi pada keberadaan Desa yang kurang menonjol dan Desa menjadi bagian dari pemerintahan daerah. Hal ini bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 18B UUD 1945 bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.
Demikian, semoga bermanfaat.

Jika Pemeriksaan Kendaraan Dilakukan Polisi Tanpa Surat Perintah

Assalamualaikum, bila kita kedapatan melanggar lalu lintas apakah polisi bisa menindak, sedangkan polisi tersebut sedang tidak berdinas atau tidak ada surat perintah?

Wa’alaikum salam Wr. Wb.
Berdasarkan  asumsikan kami bahwa si pelanggar kedapatan melanggar lalu lintas dalam keadaan tertangkap tangan. Menurut Pasal 1 angka 19 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
“Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.”
Kemudian, khusus di bidang penegakan aturan lalu lintas, polisi memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 260 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, antara lain:
a.   memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut      diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;
b.   melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas   dan Angkutan Jalan;
c.   meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum;
d.   melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti;
e.   melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.    membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;
g.   menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti;
h.   melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau
i.    melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.
Kemudian, bagaimana jika penindakan pelanggaran lalu lintas dilakukan oleh polisi yang sedang tidak berdinas atau tidak menggunakan surat perintah? Mengenai hal ini diatur lebih lanjut dalam PP No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) jo. Pasal 16 ayat (1) PP 80/2012, petugas kepolisian yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan wajib menggunakan pakaian seragam dan atribut serta wajib dilengkapi surat perintah tugas.
Jika petugas kepolisian sudah memenuhi dua syarat ini, baru kemudian ia boleh melakukan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas dalam hal tertangkap tangan pada saat melakukan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli (lihat Pasal 14 PP 80/2012).
Di dalam pertanyaan diatas, disebutkan polisi tersebut “sedang tidak berdinas”. Jika yang Saudara maksud sedang tidak berdinas yaitu polisi tersebut tidak memakai seragam, maka seperti telah kami jelaskan sebelumnya, petugas kepolisian yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan wajib menggunakan pakaian seragam dan atribut.
Jadi, jika pemeriksaan kendaraan bermotor dilakukan oleh petugas kepolisian yang tidak memakai seragam atau atribut, dan dilakukan tanpa surat perintah tugas, maka pemeriksaan yang dilakukannya tidak sah secara hukum.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:

Status Hukum Anak Hasil Sewa Rahim

sewa rahim atau sering juga dikenal dengan istilah surrogate mother sebenarnya belum ada pengaturannya dalam hukum Indonesia. Hukum di Indonesia hanya mengatur mengenai upaya kehamilan di luar cara alamiah yang mana hasil pembuahan dari suami isteri tersebut ditanamkan dalam rahim isteri dari mana ovum berasal. Mengenai hal ini dapat dilihat dalam Pasal 127 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”). Dalam Pasal 127 UU Kesehatan diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a)    hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b)    dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c)    pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
 
Jadi, yang diperbolehkan oleh hukum Indonesia adalah metode pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang sah yang ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal. Metode ini dikenal dengan metode bayi tabung.
 
Sementara itu, Dr. H. Desriza Ratman, MH.Kes dalam bukunya Surrogate Mother dalam Perspektif Etika dan Hukum: Bolehkah Sewa Rahim di Indonesia? antara lain menulis bahwa surrogate mother adalah perjanjian antara seorang wanita yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak lain (suami-isteri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami isteri tersebut yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah melahirkan diharuskan menyerahkan bayi tersebut kepada pihak suami isteri berdasarkan perjanjian yang dibuat. Perjanjian ini lazim disebut gestational agreement (hal. 3). Intinya, surrogate mother adalah perempuan yang menampung pembuahan suami isteri dan diharapkan melahirkan anak hasil pembuahan. Dalam bahasa sederhana berarti ‘ibu pengganti’ atau ‘ibu wali’ (hal. 35). Dari sisi hukum, perempuan penampung pembuahan dianggap ‘menyewakan’ rahimnya.
 
Berdasarkan uraian tersebut dapat kita lihat bahwa surrogate mother ini dikenal juga dengan istilah sewa rahim dikarenakan metodenya, yang mana hasil pembuahan suami isteri ditampung dalam rahim perempuan lain yang dianggap menyewakan rahimnya.
 
Dalam artikel Perlu Payung Hukum Sewa Rahim yang dimuat suaramerdeka.com, pakar hukum kesehatan Undip, dokter Sofwan Dahlan mengatakan praktik sewa rahim secara medis sangat mungkin dilakukan mengingat prosesnya secara garis besar sama dengan bayi tabung. Hanya saja, menurutnya, rahim inang yang digunakan berbeda. Dalam artikel tersebut juga ditulis pernyataan dari Prof Dr Agnes Widanti yang mengatakan bahwa kasus sewa rahim memang menjadi satu dilema. Dia mengatakan, di satu sisi masyarakat membutuhkan, namun di sisi hukum belum ada aturan yang mengatur sewa menyewa rahim sehingga bisa menimbulkan suatu masalah di kemudian hari yang penyelesaiannya sangat sulit. Prof Agens juga mengatakan bahwa kenyataan di Indonesia, surrogate mother ini dibutuhkan dan sudah dilakukan oleh masyarakat dengan diam-diam atau secara kekeluargaan.
 
Status dan Hak waris anak hasil sewa rahim
Mengenai status anak yang lahir dari sewa rahim, pertama-tama kita harus melihat terlebih dahulu pengertian mengenai anak yang sah Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”). Dalam Pasal 42 UU Perkawinan dikatakan bahwa yang dimaksud anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
 
Sedangkan dalam hukum Islam, berdasarkan Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), yang dimaksud dengan anak sah adalah:
a.    anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah
b.    hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
 
Sebenarnya secara biologis, anak yang dilahirkan oleh si ibu pengganti dari adanya sewa rahim tersebut, adalah anak dari si pasangan suami dan istri tersebut, hanya saja dilahirkan melalui perempuan lain.
 
Akan tetapi, mengenai hal ini terdapat beberapa pendapat. Menurut Desriza Ratman (hal. 120), untuk melihat golongan anak dari kasus surrogate mother, harus dilihat dulu status perkawinan dari wanita surrogate. Menurutnya, anak yang dilahirkan dari sewa rahim dapat berstatus sebagai anak di luar perkawinan yang tidak diakui, jika status wanita surrogate-nya adalah gadis atau janda. Dalam hal ini, anak yang dilahirkan adalah “anak di luar perkawinan yang tidak diakui”, yaitu anak yang dilahirkan karena zina, yaitu akibat dari perhubungan suami atau isteri dengan laki-laki atau perempuan lain.
 
Akan tetapi, lanjut Desriza, anak tersebut dapat menjadi anak sah jika status wanita surrogate-nya terikat dalam perkawinan yang sah (dengan suaminya), maka anak yang dilahirkan adalah anak sah pasangan suami isteri yang disewa rahimnya, sampai si bapak (suami dari wanita surrogate) mengatakan “Tidak” berdasarkan Pasal 251, Pasal 252, dan Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dengan pemeriksaan darah atau DNA dan keputusan tetap oleh pengadilan dan juga berdasarkan atas UU Perkawinan Pasal 44: Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya bila mana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaan tersebut. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan.
 
Mengenai hak waris anak yang dilahirkan dari sewa rahim, menurut Desriza, hak waris anak akan ditentukan dari status anak tersebut, apakah anak tersebut adalah anak di luar perkawinan yang tidak diakui atau anak sah.
 
Sewa rahim menurut Hukum Islam
Dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3, ulama besar Mesir Dr. Yusuf Qaradhawi antara lain menulis bahwa semua ahli fiqih tidak membolehkan penyewaan rahim dalam berbagai bentuknya (hal. 660). Menurutnya, para ahli fiqih dan para pakar dari bidang kedokteran telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan suami-istri atau salah satunya untuk memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan demi membantu mereka mewujudkan kelahiran anak. Namun, mereka syaratkan spermanya harus milik sang suami dan sel telur milik sang istri, tidak ada pihak ketiga di antara mereka. Misalnya, dalam masalah bayi tabung (hal. 659). Demikian tulis Qaradhawi.
 
Selanjutnya, Qaradhawi menulis, jika sperma berasal dari laki-laki lain baik diketahui maupun tidak, maka ini diharamkan. Begitupula jika sel telur berasal dari wanita lain, atau sel telur milik sang istri, tapi rahimnya milik wanita lain, inipun tidak diperbolehkan. Ketidakbolehan ini, menurut Qaradhawi, dikarenakan cara ini akan menimbulkan sebuah pertanyaan membingungkan, “Siapakah sang ibu bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur yang membawa karakteristik keturunan, ataukah yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkan?” Padahal, ia hamil dan melahirkan bukan atas kemauannya sendiri. Demikian Qaradhawi menjelaskan.
 
Lebih jauh Qaradhawi menulis:
 
“Bahkan, jika wanita tersebut adalah istri lain dari suaminya sendiri, maka ini tidak diperbolehkan juga. Pasalnya, dengan cara ini, tidak diketahui siapakah sebenarnya dari kedua istri ini yang merupakan ibu dari bayi akan dilahirkan kelak. Juga, kepada siapakah nasab (keturunan) sang bayi akan disandarkan, pemilik sel telur atau si pemilik rahim?
 
Para ahli fiqih sendiri berbeda pendapat jika hal ini benar-benar terjadi. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ibu sang bayi tersebut adalah si pemilik sel telur, dan saya lebih condong kepada pendapat ini. Ada juga yang berpendapat bahwa ibunya adalah wanita yang mengandung dan melahirkannya. Makna lahiriah dari ayat Al-Qur’an, sejalan dengan pendapat ini, yaitu dalam firman Allah swt,
 
‘Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.’
(al-Mujaadilah: 2)”
 
Demikian kami telah sajikan penjelasan berikut berbagai pendapat mengenai hukum sewa rahim, dan status anak yang dilahirkan dari sewa rahim. Dari berbagai macam pendapat yang kami sajikan tersebut dapat terlihat bahwa pada dasarnya mengenai praktik sewa rahim maupun status anak yang dilahirkan melalui sewa rahim, masih terdapat pro kontra. Pada akhirnya, jika terjadi sengketa sehubungan hal ini, Hakim di pengadilan lah yang akan memutuskan penyelesaiannya.
 
Demikian, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
1.    Al-Quran
5.    Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
 
Referensi:
1.   Dr. Yusuf Qaradhawi. 2001. Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3. Gema Insani Pers: Jakarta.
2.  Dr. H. Desriza Ratman, MH.Kes. 2012. Surrogate Mother dalam Perspektif Etika dan Hukum: Bolehkah Sewa Rahim di Indonesia? Elex Media Komputindo: Jakarta

Jika Anggota Polri Memiliki Harta Kekayaan Berlimpah

Jika pasangan suami dan istri anggota polri yang berpangkat masing-masing, Aipda dan Aiptu, tapi memiliki 12 rumah kontrakan, sebidang tanah dengan luas 1000 m, memiliki 2 rumah mewah, dan sebuah pom bensin (walau hanya kerja sama usaha pom bensin), memiliki restoran besar. Apakah termasuk ada unsur korupsi, mengingat kedua pasangan tersebut anggota polri ??


Dalam hal ini, kami berasumsi bahwa anggota Polri yang Anda maksud adalah Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Polri”) dan Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“KEPP”).
Kami juga berasumsi pangkat “Aipda” yang Anda maksud adalah singkatan dari Ajun Inspektur Polisi Dua, sedangkan “Aiptu” adalah singkatan dari Ajun Inspektur Polisi Satu. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Polri, dapat kita lihat bahwa anggota Polri adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Aipda dan Aiptu termasuk anggota Polri Golongan II (Bintara).
Sebelum membahas mengenai apakah harta benda yang dimiliki oleh pasangan suami isteri anggota Polri ini termasuk ada unsure korupsi, kita lihat terlebih dahulu sebenarnya apa saja hak-hak dari anggota Polri (dari sudut materi).
Pada dasarnya, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memperoleh gaji dan hak-hak lainnya yang adil dan layak (Pasal 26 ayat (1) UU Polri). Mengenai hal tersebut Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2010 Tentang Hak-Hak Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP No. 42/2010”) mengatur lebih rinci mengenai hak-hak yang diterima oleh anggota Polri, yaitu:
1.    Gaji pokok, yang dapat diberikan kenaikan secara berkala dan dapat diberikan kenaikan gaji istimewa bagi anggota Polri yang berprestasi (Pasal 2 PP No. 42/2010);
2.    Tunjangan keluarga (yang terdiri atas tunjangan istri/suami dan anak), tunjangan jabatan, tunjangan lauk pauk, tunjangan beras (Pasal 3 PP No. 42/2010);
3.    Tunjangan umum dan tunjangan lainnya (Pasal 4 PP No. 42/2010). Dalam artikel Anggota Polri Dapat Tunjangan 100 Persen diberitakan antara lain bahwa Anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri yang bertugas secara penuh pada pulau–pulau kecil terluar dan/atau wilayah perbatasan mendapat tunjangan khusus. Setiap bulan, tunjangan mereka pada kisaran 75-100 persen gaji pokok sesuai tempat tugas masing-masing. Tunjangan khusus ini diatur dalam Perpres No. 34 Tahun 2012 tentang Tunjangan Khusus Wilayah Pulau-Pulau Kecil Terluar dan/atau Wilayah Perbatasan Bagi Pegawai Negeri;
4.    Perumahan dinas/asrama/mess, sedangkan bagi anggota Polri yang belum memperoleh perumahan dinas/asrama/mess dapat diberikan kompensasi sewa rumah sesuai kemampuan keuangan negara (Pasal 11 PP No. 42/2010);
5.    Fasilitas transportasi atau angkutan dinas (Pasal 12 PP No. 42/2010)
Mengenai besarnya gaji untuk anggota Polri dapat Anda lihat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 17 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedelapan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2001 Tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Besarnya gaji pokok anggota Polri juga bergantung pada masa kerja golongan (MKG) anggota Polri yang bersangkutan.
Terkait dengan korupsi, pada dasarnya setiap anggota Polri pada saat mengucapkan sumpah jabatan berjanji bahwa ia akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya (Pasal 23 UU Polri).
Selain itu, berdasarkan Pasal 13 KEPP dilarang untuk melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi. Lebih jauh mengenai apa saja yang menjadi kewajiban dan larangan bagi anggota Polri, dapat dilihat juga dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa tentu saja tetap ada kemungkinan pelanggaran dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas sebagai anggota Polri. Tentu saja hal tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu, misalnya dapat dilihat dari tidak sesuainya gaji dan tunjangan yang diperoleh oleh anggota Polri dengan harta benda yang dimilikinya.
Menurut Jimly Asshiddiqie, dalam artikel yang berjudul Pembuktian Terbalik Bisa Diterapkan untuk Pegawai Negeri, bila ada seorang PNS yang mempunyai kekayaan melebihi pendapatan seharusnya berarti sudah bisa dipastikan bahwa tindakannya tersebut ilegal. Jimly juga mengatakan bahwa bisa dipastikan dia mempunyai pendapatan di luar resmi.
Kemudian, di dalam artikel Bukti yang Harus Dimiliki PNS atas Penghasilan Sampingan antara lain dijelaskan bahwa untuk memastikan bahwa dana di rekening gendut PNS bukanlah dari hasil tindak pidana (misal: korupsi), Pasal 5 angka 3 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menentukan bahwa seorang PNS sebagai penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sebagai PNS.
Jadi, untuk dapat mengatakan anggota Polri tersebut melakukan tindak pidana korupsi, maka harus dapat dibuktikan bahwa ada tindakan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri tersebut atau salah satu dari mereka yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
7.    Peraturan Presiden No. 34 Tahun 2012 tentang Tunjangan Khusus Wilayah Pulau-Pulau Kecil Terluar dan/atau Wilayah Perbatasan Bagi Pegawai Negeri
8.    Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;